“Kamu mengepak
seluruh barangmu.
Rumahmu
menatapmu dengan pilu
Kenapa kau tak
bawa juga aku?”
“Rumah ini
mulai kosong..
Kamu telah
meninggalkannya beserta isinya..
Tanpa peduli apa
yang ‘kan terjadi
pada rumah itu,
nanti.”
“Aku tersenyum
kecut.
Kamu telah
memiliki rumah lain.
Kini apa yang
harus aku lakukan?
Jangan suruh aku
untuk merobohkan dinding ini,
Karena aku benar-benar takkan bisa..”
“Rumah itu mulai
kamu isi,
Namun aku merasa
benci
Kenapa…?
Kenapa kau isi dengan
hal yang sama tentang kita?”
“Rumah itu
merindukan pemiliknya.
Merindukan
kamu.”
“Rumahmu masih
tetap kosong..
Tetap menunggu
sampai kamu kembali
Bila kamu memang
takkan kembali
Rumahmu
akan tetap kosong,
Membiarkan
semuanya rusak dimakan waktu”
“Bagaimana
ini?
Kini
ia datang menawarkan diri untuk memiliki rumahmu.
Dia
menawarkan keindahan yang baru.
Namun,
kenapa sulit untukku menyanggupinya?
Apa
yang tengah aku sulitkan?
Sementara
Ia kini telah perlahan masuk melewati tiap celah jendelanya.
Namun,
kenapa aku malah mencoba mempersulitnya?”
“Rumahmu akan
tetap ada,
Rumahmu sama sekali tak membencimu.
Satu hal yang
pasti
Rumah itu takkan
bisa terbuka oleh siapapun
Karena kunci
rumah itu, Kamu.
Dan karena
rumahmu itu bagian hatiku.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar